Tingkat kepercayaan luar negeri terhadap pekerja migran Indonesia mengalami kenaikan tinggi.
Banyak negara yang meminta Indonesia untuk mengirimkan masyarakatnya untuk bekerja sebagai pekerja.
Permintaan terhadap Pekerja Migran Indonesia (PMI) di Korea Selatan mengalami peningkatan signifikan.
Hal ini disampaikan Atase Ketenagakerjaan KBRI di Seoul Yessie Kualasari, pada Selasa (25/6/24).
Menurut Yessie, terdapat dua jenis PMI yang ada di Korea Selatan saat ini.
Yang pertama adalah melalui program G-to-G (Government to Government), dan kedua melalui P-to-P (Private to Private).
“Kedua jenis itu tidak mengalami penurunan. Untuk G to G, pada awal tahun 2023.
Pemerintah Korea Selatan mengajukan permintaan kuota 8.600 PMI dan di akhir tahun 2023 justru meningkat 11.000,” kata Yessie.
Pada awal tahun 2024, Korsel mengirimkan permintaan kuota sebesar 15.000 PMI dan diperkirakan terus meningkat hingga akhir tahun.
Tahun ini, sudah ada sekitar 1.000 tenaga las pekerja Indonesia yang bekerja di sektor pembuatan kapal.
Ini merupakan sebuah sektor yang baru dibuka di Korea Selatan bagi semua pekerja migran.
Pada September nanti, sektor jasa juga akan dibuka, yang sudah dimulai dengan uji coba pekerja domestik dari Filipina.
Sektor pekerjaan G to G mencakup sektor manufaktur dan perikanan.
Sementara, P to P mencakup sektor perawatan pesawat, otomotif, dan peluang di sektor jasa seperti caregiver.
Namun, Kementerian Ketenagakerjaan Korsel menyebutkan Indonesia menempati peringkat ke-4 dalam jumlah pekerja ilegal di negara tersebut.
Jika jumlah pekerja ilegal terus meningkat, dikhawatirkan kuota permintaan untuk PMI akan turun.
“Sekitar 20 persen PMI di sini ilegal. Jika angkanya terus meningkat, kemungkinan kuota permintaan PMI akan turun,” kata Yessie.
Yessie mengingatkan para pekerja ilegal di Korea Selatan untuk pulang ke Indonesia secara sukarela.
Ini agar tidak menghambat calon pekerja migran lainnya yang ingin bekerja di Korea Selatan.
“Pekerja Indonesia sangat disukai oleh pemberi kerja di Korea Selatan karena tekun, rajin, dan tidak suka minum minuman keras seperti pekerja dari negara-negara lain,” katanya.